MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL MOLECULAR SIEVE DAN
APLIKASINYA PADA PROSES DEHIDRASI BIOETANOL
Sumber: Tesis dari Khaidir, IPB 2011
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula). Bioetanol
digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) diperlukan pemurnian hingga mencapai 99%
yang disebut fuel grade ethanol (FGE). Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus
kering (anhidrat) supaya tidak korosif. Penggunaan zeolit alam dalam bidang adsorpsi dan
dehidrasi masih terbatas karena distribusi pori yang tidak seragam dan bukan merupakan
jenis zeolit tunggal. Zeolit alam Indonesia merupakan campuran dari beberapa senyawa
kimia pembentuk batuan. Zeolit 3A (Z3A) memiliki ukuran pori 3Å dengan rasio Si/Al
adalah 1,0. Zeolit dengan kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik,
sebaliknya zeolit dengan kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen, 1980).
Rasio Si/Al dalam zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit alam kurang
hidrofilik dibandingkan dengan Z3A. Pada penelitian ini modifikasi zeolit dilakukan
melalui sintesis hidrotermal pada temperatur 95 –100oC.
Gambar 1. Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular shieve 4A
Proses modifikasi dilakukan melalui aluminasi zeolit menggunakan beberapa sumber
alumina. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium oksida, aluminium nitrat,
tawas, dan kaolin. Zeolit hasil modifikasi diberi kode ZAM1, ZAM2, ZAM3, ZAM4,
ZAM5, dan ZAM6.Proses dehidrasi bioetanol dilakukan menggunakan metode destilasi
dan perendaman (batch adsorption) dengan kadar bioetanol umpan adalah 90 dan 95%. Metode destilasi dilakukan menggunakan ZAM1, sedangkan metode perendaman
dilakukan menggunakan ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Analisis statistik
dilakukan terhadap data peningkatan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit
terhadap air pada percobaan proses dehidrasi menggunakan metode perendaman.
Berdasarkan pada pola difraksi sinar-X yang diperoleh, zeolit yang dimodifikasi sudah
mengarah pada pembentukan zeolit A dalam bentuk sodium, antara lain ZAM2, ZAM3,
ZAM5 dan ZAM6. Namun, hasil yang diperoleh masih belum murni dan diduga masih
merupakan campuran dari beberapa jenis zeolit seperti klinoptilolit, filipsit, natrolit, dan
mordenit. Aplikasi zeolit hasil modifikasi pada proses dehidrasi bioetanol menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi. Kemampuan zeolit
alam modifikasi (ZAM2 dan ZAM5) dalam menaikkan kadar bioetanol lebih baik jika
dibandingkan dengan zeolit alam murni (tanpa modifikasi). Begitu juga dengan kapasitas
adsorpsinya terhadap air dalam sampel bioetanol. Persentase kenaikan kadar bioetanol
menggunakan ZAM2 dan ZAM5 pada metode perendaman dengan bioetanol 90%
berturut-turut adalah 1,22 % dan 1,38%, sedangkan pada bioetanol 95% adalah 1,27% dan
1,08%. Sementara itu, kemampuan peningkatan kadar bioetanol menggunakan zeolit
alam murni pada bioetanol kadar 90% dan 95% berturut-turut adalah 0,62% dan 0,72%.
Kapasitas adsorpsi air maksimum adalah 17,67% yang dimiliki oleh ZAM5 pada
perlakuan perendaman dalam bioetanol 90% selama 24 jam, namun masih kurang
selektif jika dibandingkan dengan zeolit sintetis (Z3A). Kemampuan adsorpsi zeolit
terhadap air dalam bioetanol dari semua jenis zeolit yang digunakan tidak mengalami
penurunan yang siginifikan pada saat digunakan kembali pada proses dehidrasi.
Kemampuan zeolit setelah regenerasi hampir sama dengan pada saat penggunaan pertama,
dengan kata lain zeolit tersebut masih layak untuk digunakan kembali pada proses
dehidrasi bioetanol selanjutnya.
Gambag 2. Foto mikro sampel zeolite alam modifikasi 2 dan 3
Kapasitas adsorpsi sampel zeolit hasil modifikasi terhadap air dalam bioetanol sudah
menunjukkan hasil yang cukup bagus jika dibandingkan dengan sampel zeolit alam.
Bahkan kapasitas adsorpsi zeolit alam modifikasi melebihi kapasitas adsorpsi zeolit 3A,
namun kelemahan dari zeolit alam modifikasi adalah masih mengadsorpsi bioetanol dalam
jumlah yang besar pula.
Gambar 3. Kapasitas adsorpsi air dari zeolite pada bioethanol 95%
Hal ini terlihat dariberkurangnya jumlah bioetanol setelah proses adsorpsi menggunakan
ZAM3, ZAM4, dan ZAM5. Jika dibandingkan dengan proses dehidrasi menggunakan
metode destilasi, maka metode perendaman (batch adsorption) masih kurang bagus karena
menyebabkan terjadinya pengurangan volume bioetanol yang cukup besar.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :Proses modifikasi dapat
menurunkan rasio Si/Al dalam sampel zeolit. Zeolit hasil modifikasi mengarah pada
pembentukan struktur zeolit A (ZAM2, ZAM3, ZAM5, dan ZAM6). Diameter pori zeolit
setelah modifikasi tidak mengalami perubahan yang berarti. Luas permukaan dan volume
pori zeolit hasil modifikasi (ZAM) mengalami penurunan jika dibandingkan dengan sampel
zeolit alam (ZA). Kemampuan zeolit alam modifikasi (ZAM2) dan (ZAM5) dalam
menaikkan kadar bioetanol lebih baik jika dibandingkan dengan zeolit alam murni (tanpa
modifikasi). Begitu juga dengan kapasitas adsorpsinya terhadap air dalam sampel bioetanol.
Persentase kenaikan kadar bioetanol menggunakan ZAM2 dan ZAM5 pada metode
perendaman dengan bioetanol 90% berturut-turut adalah 1,22 % dan 1,38%, sedangkan
pada bioetanol 95% adalah 1,27% dan 1,08%. Sementara itu, kemampuan peningkatan
kadar bioetanol menggunakan zeolit alam murni pada bioetanol kadar 90% dan 95%
berturut-turut adalah 0,62% dan 0,72%. Kapasitas adsorpsi air maksimum adalah 17,67%
yang dimiliki oleh ZAM5 pada perlakuan perendaman dalam bioetanol 90% selama 24 jam.
Secara umum terjadi peningkatan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi untuk semua
sampel zeolit yang digunakan. Jika dibandingkan dengan proses dehidrasi menggunakan
metode destilasi, maka metode perendaman (batch adsorption) masih kurang bagus
karena menyebabkan terjadinya pengurangan volume bioetanol yang cukup besar.